Thursday, April 21, 2005

(Bukan) Hari Biasa

Pagi itu, jam dinding di ruang tengah rumah keluarga Pak Andra menunjukkan pukul 05.05. Mentari masih malu menampakan meganya sementara derik jangkrik mulai bersahutan dengan teriakan siamang dari dalam rimba, membangunkanku yang sedang tergulung dalam sleeping bag hangatku.

Diterangi cahaya senter, aku mulai menapaki jalan menuju sumur. Sebulan yang lalu, aku selalu merinding lewat jalan itu karena selalu terbayang wajah separo-nya Sadako dari film The Ring (maklum.. penakut kok sukanya nonton horror), belum lagi kalo mendengar suara timba yang berdecit memekakkan telinga.. hi...

Usai berwudhu, aku langsung shalat. Derik jangkrik masih bersahutan dengan siamang, semakin gaduh diselingi dengan terpaan angin dari pohon duren di seberang halaman. Perlahan, kulipat sajadah dan kurapikan sleeping bag. Pagi ini terlalu berharga untuk dilewatkan sambil mendengkur. Kubuka pintu yang kunci selotnya berderet lima, satu per satu. Tak lama aku pun telah duduk di "teras" rumah Pak Andra sambil mengamati merahnya mega yang kian menghilang.

"Klening-klentung", lonceng leher yang diikat di leher kerbau cukup mengagetkanku yang tengah merindukan rumah. Tak lama, serbuan agas datang. Rupanya kerbau ini baru saja bangun dari kubangannya di samping rumah Pak Andra. Waduuhhh... kaki dan tanganku langsung bentol dalam hitungan detik, sambil sesekali "plak!!" menepuk agas yang kian beringas. (Buat yang gak tau agas, mending jangan mau tau dehh..)

"Pagi-pagi kok lah ribut Bu Nova!!" terdengar teriakan Timah, dari seberang jalan. Nama lengkapnya Siti Fatimah, baru seminggu ini dia menikah dengan tukang yang ikut mendirikan gedung SMP di depan rumah Pak Andra. "Makanya, cari abang!!Hari nak kiamat!!" teriaknya lagi. Aku cuma tertawa mendengarnya. Timah.. Timah.. usianya saja baru 17 tahun, tapi keluarganya sudah sempet heboh waktu mencarikan jodoh untuk dia, takut keburu jadi perawan tua kata mereka. Gimana aku yang sudah 22 ini ya??

(bersambung)

No comments: